Negara tak mungkin lagi diutuhkan
Tanpa rakyatnya dimanusiakan
Dan manusia tak mungkin menjadi manusia
Tanpa dihidupkan hati nuraninya
Hati nurani adalah hakim adil untuk diri kita sendiri
Hati nurani adalah sendi dari kesadaran
Akan kemerdekaan pribadi
Dengan puisi ini aku bersaksi
Bahwa hati nurani ini mesti dibakar
Tidak bisa menjadi abu
Hati nurani senantiasa bersemi
Meski sudah ditebang putus di batang
(W.S. Rendra)
Dua hari yang lalu kita baru merayakan hari kemerdekaan Negara kita tercinta, HUT RI Ke 64. Sampai hari ini masih terasa aura kemenangan itu. Di jalan-jalanpun sang merah putih masih terus berkibar dengan ketangguhannya, menantang angin, menggapai gedung, mengingatkan pada tiap insannya untuk terus berkarya membangun negeri ini.. semarak momen indah yang rutin kita rayakan tiap tahun.. Namun dibalik semarak perayaan tersebut, kenyataan yang tak terbantahkan bahwa kemerdekaan belum sepenuhnya dialami rakyat. Yang baru benar-benar merdeka adalah negara Indonesia. Walaupun Indonesia memang bebas untuk menentukan langkah hidup dan masa depannya sendiri. Tapi rakyatnya belum betul-betul merdeka.
Kita sebagai sebuah bangsa masih menyisakan luka menganga yang harus segera diobati. Bangsa Indonesia, kini dihadapkan pada krisis multidimensi yang berkepanjangan. Krisis yang disebabkan oleh buruknya pengelolaan negara, bahkan disebabkan oleh keserakahan dan kerakusan pemimpin bangsa ini. Tepat sepuluh tahun lalu, telah memberikan pelajaran kepada kita semua, bahwa bangsa ini akan tinggal menunggu kehancuran, ketika keadilan hanya dijadikan sebagai barang dagangan yang dijajakan di jalan-jalan ketika pemilihan umum berlangsung. Ketika kesejahteraan dan kemakmuran menjadi kata yang absurd karena hanya diperuntukkan bagi sebagian orang atau golongan/ kelompok bangsa ini. Kemiskinan, pengangguran, utang luar negeri, utang pemerintah, utang swasta, dan konflik internal terus mewarnai perjalanan anak bangsa ini. Penyebabnya terkadang sepele, namun penyelesaiannya begitu rumit, karena akar sebabnya ternyata begitu akut untuk disembuhkan. Pertanyaan mendasarnya, apakah bangsa ini sudah layak dikatakan merdeka memang sulit untuk dijawab. Secara fisik baik de facto maupun de jure negara ini sepenuhnya dapat dikatakan merdeka. Namun dilihat realita yang sedang dihadapi bangsa ini menjadi tidak mudah menjawab pertanyaan tersebut.
Walau kenyataanya seperti itu, masih ada secercah harapan yang harus kita pertahankan. Harus ada angin optimisme yang senantiasa berhembus, agar kapal layar bangsa ini tetap berjalan. Harapan tanpa optimisme, bagai bayang-bayang semu yang pesakitan. Ia akan rapuh dan berjalan tertatih-tatih, terombang-ambing dalam deru zaman yang terus bejalan. Mengutip pernyataan Dr. Schwartz penulis buku best seller Berpikir dan Berjiwa Besar bahwa pemikir besar adalah ahli dalam menciptakan gambar yang positif, memandang ke depan, optimistis baik di dalam pikiran mereka sendiri maupun pemikiran orang lain. Senada, Anis Matta mengatakan bahwa pekerjaan-pekerjaan besar dalam sejarah hanya dapat diselesaikan oleh mereka yang mempunyai naluri kepahlawanan. Tantangan-tantangan besar dalam sejarah hanya dapat dijawab oleh mereka yang mempunyai naluri kepahlawanan. Itulah sebabnya para pahlawan itu orang-orang besar.
Memaknai kembali kemerdekaan dan upaya untuk mensyukurinya-bukan sekedar memperingatinya- maka bangsa dan negara ini meminta kepada rahim ibu-ibu penduduk negeri ini untuk segera melahirkan para pahlawan yang senantiasa siap berjuang dengan mengedepankan nilai-nilai keberanian, kesabaran, pengorbanan, kompetisi, optimisme dan siap menerima tantangan-tantangan besar. Para pahlawan yang senantiasa berpikir dan bertindak agar bagaimana membebaskan bangsa ini dari penindasan dan tirani yang menjerat dan merampas makna kemerdekaan itu dari rakyat Indonesia. Bukan sekedar pahlawan-pahlawanan, pahlawan kesiangan bahkan pahlawan palsu. Karena istilah-istilah tersebut, populer kita dengar terutama pasca terjadinya reformasi di negeri ini.
Menciptakan kepahlawanan bukan sekedar kerja individu melainkan kerja kolektif. Kerja kolektif yang dilandasi oleh kesadaran akan kebutuhan bersama, tujuan bersama, cita-cita bersama pada akhirnya akan dilaksanakan dengan aksi bersama. Dengan keyakinan bersama bahwa momentum bukan sekedar celah atau potongan sejarah yang dimanfaatkan. Namun lebih dari itu, sebagai anak bangsa, sebagai manusia, kita wajib percaya bahwa kerja dan usaha merupakan syarat bagi sebuah keberhasilan,
Indonesia saat ini, membutuhkan anak-anak-anak bangsa, yang mempunyai sifat-sifat kepahlawanan yang selalu terukir dan terpatri dalam alam bawah sadar mereka, dalam pemikiran mereka, dalam ideologi mereka, yaitu sifat-sifat optimisme, keberanian, kesabaran, pengorbanan, kompetisi, dan siap menerima tantangan-tantangan besar.
(dikutip dari buku Dari Gerakan ke Negara karya Anis Matta)
Aku datang menguak fajar
Katakan padaku wahai hari
Apa yang dapat kuberikan pada sejarah hari ini
Aku datang mengantar senja
Katakan padaku wahai malam
Berapa bintang kau perlukan untuk menerangi langitmu
Inilah lagu cinta dan kehormatan
Yang kunyanyikan dengan tekad
Wahai ummat wahai bangsa aku slalu ada di sini
Saat darah saat air mata
Aku datang mengantar ummat
Pada gerbang sejarah baru
^_^ juga..
ReplyDelete