Monday 31 May 2010

Journey To 4 Cities: Gede - Pangrango

Setelah menikmati indahnya pagi di halaman masjid At-Ta'awun, menanti bulan tenggelam ddari balik hamparan kebun teh, kami pun bergegas untuk membersihkan diri dan menghadap sang pencipta dalam dhuha. Brrr... bener-bener dingin banget nih air di puncak. keren! rasanya badan jadi beku. tapi yang pasti jadi fresh banget. Segera kami menghangatkan badan dengan sarapan bubur ayam.. yummy juga makan bubur ayam pagi-pagi di puncak. Mobil-mobil yang penumpangnya semalam bermalam di sini ternyata masih banyak juga, ditambah beberapa mobil baru memasuki halaman masjid. Memang benar, masjid ini tidak pernah sepi. Selalu ramai... subhanallah, barakallah...

Perjalananpun dilanjutkan ke taman nasional gunung gede pangrango. kalau dari masjid At-Ta'awun ini lumayan jauh. Posisinya sudah masuk Cipanas, bukan Kab. Bogor lagi. Untuk mencapainya perlu naik 2 kali angkot kuning dari At-Ta'awun. tapi menyenangkan banget kok, soalnya jalannya gak macet kayak jakarta dsk, pemandangannnya juga bagus banget.., kebun teh, pegunungan, villa, dsb. dan yang pasti udaranya seger banget. makanya saya pribadi menikmati banget naik angkot di puncak ini. Terlihat juga Gunung Gede yang berdampingan dengan Gunung Pangrango. Subhanallah, Allah memang maha keren, menciptakan pemandangan sekeren ini...

Sebenernya ingin banget mendaki gunung gede ini, minimal melihat telaga biru atau air terjun Cibeureum, tapi untuk sekarang sepertinya belum bisa, karena diperlukan beberapa syarat untuk menuju tempat tersebut, apalagi itu termasuk jalur pendakian. hiks... akhirnya kamipun berjalan menuju pintu masuk kebun raya cibodas. Setelah membeli tiket, saya meminta peta kebun raya ini kepada petugas. Karena dengan adanya peta, akan lebih mudah untuk menjelajahi Cibodas ini, walau cuma bisa melihat gunung gede dan pangrango dari sini, hiks... T_T

Sebenernya jalur Cibodas ini adalah jalur pendakian yang paling aman dan yang paling banyak dilewati pendaki. 2 kilometer selepas Cibodas, jalan landai dan nyaman memotong Ciwulan, di sini bisa rehat sejenak di Telaga Biru sungguh menyenangkan. Setelah melintasi Panyancangan Kuda teruslah mendaki menuju pertigaan Cibeurem. Di sini ada air terjun Cibeureum yang indah. Saya berencana ingin mengunjungi air terjun ini T_T. Ada beberapa air terjun yang bisa dinikmati seperti air terjun Ciwalen, Cikundul dimana airnya berasal dari sungai yang sama. Didaerah ini juga katanya ada Goa Lalay or Goa kelelawar. Jika naik ke atas lagi akan bertemu sungai air panas, suhunya air panasnya berkisar 75' c tetapi katanya sih bisa berubah menjadi sangat dingin saat hujan turun. Setelah mendaki melewati Lebak Saat atau lembah tanpa air dan Kandang Batu nanti akan menemukan pos Kandang Badak. Nah di kandang badak ini ada persimpangan. Yang ke kiri menuju puncak Gede, dan yang ke kanan menuju puncak Pangrango. Puncak Pangrango jarang didaki karena datarannya sangat rimbun dan sepi, dari sini katanya akan terlihat alun-alun Mandalawangi. Jika ingin ke puncak Gede dari Kandang Badak belok ke kiri menuju puncak Gede melewati Tanjakan Setan, selepas tanjakan akan ditemukan kawah Ratu dan Kawah Wadon, kawah Baru,kawah Lanang serta kawah Sela dan terakhir kawah gunung Gede di ketinggian 2958 mdpl dengan uap belerang yang menyengat. i hope, one day i can climb the mountain...
Anyway, ternyata ada lokasi baru di kebun raya cibodas ini, diantaranya sakura garden. Taman ini letaknya di antara bukit. Bersebelahan dengan Rhodhodendron  garden yang Indah juga. 

So untuk mencapai lokasi ini, kita harus menuruni bukit yang lumayan terjal. Taman dikelilingi dengan pohon bunga sakura. Tapi sayang pohon ini hanya berbunga 2 kali setagun (Jan-Feb dan Agust-Sep). 

Ditengah-tengahnya ada jalan air, mirip sungai kecil yang jernih lengkap dengan batu-batunya. Banyak anak-anak main air disini. tempatnya cukup aman untuk anak-anak, tapi tetap harus dengan pengawasan orang tua. Ada juga air terjun buatan (Air terjun Cibogo). pokoknya it's a cozy place to rihlah with your family.

Setelah puas futu-futu dan jalan-jalan di taman ini, perjalanan dilanjutkan dengan menaiki bukit seberang... terus... dan terus... lumayan juga bikin ngos-ngosan. Apalagi pake acara dikejar tawon hutan segala.. fhhuhhh, bener-bener capek. gak tau berapa panjangnya melintasi bukit-bukit ini, yang pasti naik turun, dan akhirnya sampailah kita di Kolam besar dan lapangan luas. tempat yang biasa saya kunjungi kalau ke sini. bedanya kali ini lewat jalur yang berbeda. Jam saya menunjukkan pukul 09.30 WIB. Hmm... pantesan masih lowong nih tempat, soalnya biasanya sih ramenya sekitar jm 11-an. Begitu juga kalau berangkat dari jakarta, biasanya sampai sini sekitar jm 11.

Tidak menyia-nyiakan pemandangan yang indah ini, kami mengambil anggel yang bagus untuk diabadikan dalam kamera *futu-futu lagi*. Tiba-tiba seorang bapak tua *atau kakek ya?* berseragam LIPI menghampiri saya dan dewi yang lagi asik dengan kamera kami, "ngapain foto-foto kok susah banget kayaknya?" dengan senyum yang ramah beliau menyapa kami. "iya nih pak, soalnya kita cuma berdua, jadi harus pake timer kameranya supaya bisa foto berdua." jawabku. Bapak yang ramah, kamipun berkenalan dan ngobrol-ngobrol. Ternyata pak Samsuri ini *namanya* adalah pegawai unit konservasi kebun raya cibodas ini. Sayangnya dia pensiun bulan Mei ini... dilihat dari mimiknya waktu berbicara, sepertinya beliau begitu sedih... mungkin sudah sangat mencintai pekerjaannya dan lingkungan disini.

Pak Samsuri bercerita banyak kepada kami, tentang keluarganya, anak-anaknya, pengalamannya sejak masih muda dalam mendaki gunung gede, gunung pangrango, juga pengalamannya semasa menjadi petugas konservasi cagar alam ini. Mendengar ceritanya, kami bisa merasakan serunya mendaki gunung gede... sangat persis apa yang digambarkan literatur2 yang saya baca tentang gunung gede. Mendengarnya membuat keinginan saya untuk mendaki gunung gede semakin besar. tapi keinginan itu saya urungkan, mengingat dulu semasa di kampus pernah mengusulkan kegiatan pendakian ini ke proker DKM, tapi segera 'dikomentari' oleh mba2 dan mas2 DKM... hiks.. hiks.. T_T

Jam menunjukkan pukul 11 siang. Pengunjung mulai berdatangan, membuat suasana semakin ramai. Pak Samsuri mengajak kami untuk melihat Air Terjun Ciismun. Kami setuju. Sejak kecil saya kesini saya belum pernah mengunjungi air terjun ini, hmm... jadi penasaran. 

Jalan menuju air terjun Ciismun ternyata sangat dahsyat. terjal, berliku, penuh onak dan duri (apa coba??). pokoknya saya sarankan jangan membawa oarang yang sudah renta ke air terjun ini... kasihan! kalaupun mau, anda bisa lewat pintu cipanas (pintu belakang kebun raya cibodas) karena jalannya lebih landai. Pak Samsuri jalan di depan dengan lincah, begitu juga saat melewati batu-batu kali. Sepatu Pantofelnya menginjak batu2 kali dengan cekatan. Padahal walau pake sendal gunung, saya dan Dewi sangat berhati-hati banget, takut tergelincir. Hebat juga nih si bapak...

Subhanallah... Kelelahan yang dirasakan segera sirna saat melihat air yang memacar dari atas ditopang oleh tebing yang kokoh. it's very amazing ^_^ Air Terjun Ciismun ternyata tinggi banget, sekitar 2x tinggi air terjun cibogo. Airnya deras sekali, mengalir ke sungai berbatu di bawahnya. Banyak orang yang basah-basahan dan foto2 di bawah air terjun. Mungkin ada sekitar 120 orang di sini. Awalnya saya hanya mau melihat air terjun dari jauh saja,  karena takut basah (maklum persiapan baju ganti dah habis). Tapi ternyata asik juga kalau mendekat ;-) gak sampai kena airnya sih, cuma kena percikan uap airnya. That's enough to make me (and also my soul) cool and fresh. Pokoknya refresh your self here ^_^

Untuk kembali ke Lapangan tadi, ternyata harus melewati jalan yang sama, tapi kali ini Menanjak!! beberapa kali kami berhenti untuk mengambil nafas... tapi Pak Samsuri berjalan dengan santainya. Beberapa kali kami bertemu dengan rombongan yang mau turun ke bawah, pak Samsuri tersenyum menyapa beberapa orang yang ia kenal. Sedang saya dan Dewi hanya bisa fokus pada tanjakan demi tanjakan di depan.. berharap cepat sampai ke atas lagi. Duh, kebayang deh tanjakan setan-nya gunung gede bakalan lebih dahsyat dari ini..

Dengan penuh perjuangan akhirnya sampai juga ke lokasi awal, lapangan besar. Banyak orang-orang yang tadi habis dari air terjun Ciismun duduk melepas lelah. Kami pun langsung merebahkan kaki di atas rerumputan. "minum pak." tawarku kepada Pak Samsuri yang masih berdiri. "gak. makasih. saya gak haus." jawabannya membuat kami cukup tercengang. Kok bisa?? padahal track nya lumayan berat *atau berat banget ya?* dan Pak Samsuri kan dah berumur. Kuat juga nih si bapak. Bahkan beliau tidak keringetan sedikitpun... padahal kita yang muda aja dah ngos-ngosan kayak gini... lalu Dewi menawarkan cokelat yang kami bawa, "ayo pak diambil cokelatnya." akhirnya setelah saya paksa, beliau mau menerima cokelat pemberian Dewi.

Setelah lelah berkurang, Pak Samsuri mengajak kami ke taman lumut. Kayaknya nih lumayan baru juga, atau saya gak ngeh ya kalau ada taman lumut. Isinya berbagai macam lumut dan tumbuhan paku-pakuan. Dari taman lumut akhirnya kami menuju masjid untuk shalat. Yang aneh, pengunjung lain harus bayar untuk masuk toilet, tapi penjaga toilet malah tidak mau menerima uang kami, "udah neng, gak usah bayar." kata ibu penjaga toilet ramah. Kenapa ya? tadi sih saya sempat melihat Pak Samsuri menyapa penjaga toilet itu. Apa karena kita bareng Pak Samsuri kah??

Awalnya setelah shalat kami ingin langsung pulang ke Jakarta, karena khawatir macet kalau pulang sore. Maklum long week end, dan berlaku jalur buka tutup. Tapi Pak Samsuri memaksa kami untuk makan dulu, katanya biar ntar gak kelaparan di jalan. Kami menuruti, karena awalnya kami mengira Pak Samsuri juga lapar. Tapi ternyata dugaan kami salah, ketika ditawarkan makanan beliau berkata, " saya gak lapar." Tapi akhirnya saya pesankan satu mangkuk bakso untuk beliau dan akhirnya beliau mau makan. Saat membayar di kasir, kaget juga sih. Soalnya harga yang tertera untuk bakso dll 8000 per porsi, tapi kami hanya ditagih 6000 per porsi plus gratis untuk minummya. Hmm... kayaknya sih karena ada Pak Samsuri deh makanya harga makanan yang kita makan didiskon.

Sebenernya sih saya hafal jalan menuju pintu keluar dari sini. However, i often go to this beautiful place. Tapi beliau memaksa untuk mengantar kami sampai gerbang... "duh jadi gak enak banget. dari tadi didampingi terus kemana-mana... dah kayak guide kita aja..." Inginnya sih Pak Samsuri cukup nganterin sampai disini aja. Tapi gimana ya, diminta pun beliau tetap bersikeras mengantar kami sampai gerbang. Bahkan beliau menanyakan apakah kami ingin membeli oleh-oleh atau tidak. Karena beliau bisa bantu menawarkannya. Pastinya kita akan dapat harga yang lebih murah.

Kami sempat berpikiran, "jangan-jangan kami harus membayar nih karena sudah dipandu sejak ke air terjun tadi.." karena sebelumnya beliau pernah bercerita kalau beliau sering memandu orang yang naik gunung gede, tapi kalau sekarang sih seringnya cuma sampai gua kelelawar... mengingat keadaaan fisiknya. Biasanya dibayar sekitar 150 rb sampai 300 rb. Kami sepakat untuk patungan memberikan uang kepada Pak Samsuri, yah minimal sebagai ucapan terima kasih karena telah menjadi guide kami.

Sebelum berpisah beliau minta nomor HP kami, katanya untuk menjalin silaturrahim. Karena HP beliau di rumah dan beliau tidak hafal nomornya, maka nanti setelah sampai di rumah beliau akan mengirimkan nomornya kepada kami. Saya mengambil secarik kertas, menuliskan nomor HP kami, dan menyerahkannya kepada beliau. "Lia, tulis nama saya. Jangan sampai salah lagi." haha.. memang saya sering lupa memanggil beliau dengan sebutan Pak Samsudin..
Beliau menyampaikan sebuah pesan *rahasia deh :-D* supaya kami bisa masuk ke kebun raya cibodas ini dengan gratis!! hmm... that's good idea ^_^

Tiba di gerbang, kami berpamitan dengan beliau. Beliau menolak saat saya memberikan uang sebagai tanda terima kasih kami. "Gak usah, pakailah uang itu buat ongkos pulang...." katanya. Baerkali-kali saya memaksanya untuk menerima uang itu, tapi kali ini paksaan saya gak berhasil... Beliau keukeuh tidak mau menerima uang pemberian kami.  Akhirnya saya menyerah. Makasih banyak pak, telah mengantarkan kami keliling cibodas.. mohon maaf jika ada kesalahan. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan yang lebih banyak...

Tidak habis pikir, kok ada ya orang sebaik itu. Padahal baru kenal.
Setelah membeli oleh-oleh buat orang-orang rumah, kami menaiki angkot menuruni puncak. Saat merogoh kantong jaket, mengambil uang untuk membayar angkot, "Wi, ini kan kertas yang tadi saya kasih ke Pak Samsuri... kok ada di  kantong jaket saya ya???" Kami pun tercengang melihat kertas yang ada nomor HP saya dan Dewi. Kok bisa?? saya inget betul kertas itu tadi sudah saya serahkan ke Pak Samsuri dan saya melihat dia menerimanya...


..: end of journey to 4 cities (Tangerang-Jakarta-Bogor-Cipanas) :..
Hmm, kayaknya next time kudu berkunjung ke Cibodas lagi deh... ^_-

Sunday 30 May 2010

Journey To 4 Cities: Gn Mas - Masjid At-Ta'awun

Rencana untuk "menggunung" long week end ini akhirnya tercapai sudah. Kesibukan yang dipilih selama ini ternyata telah membersitkan dalam hati perlunya untuk merefresh diri.. cuci mata dengan keindahan pemandangan hijau pegunungan, menyegarkan kulit dengan dinginnya udara puncak, mengisi paru-paru dengan udara segar yang terhampar luas di kebun teh.. i think i need it all for my body, mind, and soul.

Sama seperti perjalanan 2008 silam (klik disini dan disini), kali ini saya pergi hanya berdua dengan Dewi. berhubung tanggal tua, beberapa teman yang saya ajak memilih untuk tetap di rumah, hemat lah... but it didn't dampen our step.

Lagi-lagi harus naik kereta ekonomi Jkt-Bogor, karena angkutan yang cepat dan memungkinkan di pagi ini cuma KA. Dari statsiun sambung menyambung naek angkot ke Cisarua. Karena keasyikan ngobrol (plus dah lama gak ke bogor juga kali ye...) sempet nyasar juga hehe... inginnya sampai ke ekalokasari eh ternyata angkotnya cuma muter-muter empang and nyampe ke BTM 

Rencananya ingin ke telaga biru gunung gede, namun karena satu alasan maka diputuskan hari pertama ini ke gunung mas dulu, besok pagi baru ke gunung gede. karena jalur puncak macet bangeeet (long week end gitu lho), maka nih angkot lewat jalan alternatif lewat balai diklat DepTan Ciawi... jalan yang amazing banget, kayak naik turun bukit. jalannya kecil dan terjal. bayangin aja, kemiringannya bia lebih dari 45 derajat... tapi nih angkot keren juga bisa melalui jalan kayak gini, dan Alhamdulillah kita semua selamat sampai pasar cisarua. Sebenernya pemandangan jalan yang dilewati bagus juga, but i will not recommend to you untuk lewat jalan ini kalo kondisi mesin, rem, ban, kendaraanmu tidak fit!

Gunung Mas, masih tetep kayak dulu. tapi yang saya suka sih pemandangannya. Gak akan pernah bosen deh melihat pohon teh yang terhampar luas... karena sampai sini sudah siang, gak bisa lama-lama disini, gak bisa jalan jauh-jauh kayak dulu. Tapi seneng juga bisa main dan foto-foto disini lagi :-) segaar..

Rencana selanjutnya adalah ke At-Ta'awun... inginnya mabit disana supaya bisa melihat matahari terbit di puncak... pasti indah banget yaa.. Tidak seperti tahun 2008, kali ini kami naik angkot menuju ke At-Ta'awun. Sesampai disana ternyata banyak banget pengunjungnya. setiap sudut pasti ada orang, baik yang foto-foto maupun duduk santai. beberapa kali saya dan dewi sempat foto-foto, tapi akhirnya kami lebih menyukai makan sambil ngobrol santai disana.

Matahari terbenam... indah banget dilihat dari beranda masjid. Feeling saya tidak akan masalah kalau kami bermalam di At-Ta'awun, tapi Dewi masih kurang yakin. akhirnya saya bertanya pada tukang jualan di sekitar sana. Jawaban mereka, banyak kok orang yang bermalam disini. kebanyakan alasan pengunjug sih menghindari macet. makanya warung/ lapak mereka tetap buka sampai subuh. kecuali kalau bukan hari libur, sampai jam2 pagi. kami lega mendengarnya... setidaknya dah dapat tempat bermalam yang pasti. Saya pribadi agak-agak takut kalau tidur di vila atau penginapan yang belum pernah saya singgahi, apalagi cuma berdua. Temen-temen ada yang tau gak vila di sekitar gunung mas yang save dan terjangkau?

Karena dah cape banget, tidak sulit bagi saya untuk tidur. Tapi ternyata susah untuk nyenyak. Soalnya hawa disini dingin abizz... pake jaket satu gak cukup, tidur beralaskan sajadah juga masih kedinginan... padahal banyak lho yang tidur disini. harusnya bia lebih hangat hawanya... apa karena saking dinginnya ya suhu di sini... hmm, kalo nginep disni lagi kayaknya kudu bawa sarung tidur nih :-D


Yang ditunggu akhirnya tiba... pagi hari! setelah shalat subuh kita, duduk di halaman masjid. melihat bulan menghilang berangsur-angsur tergantikan dengan matahari pagi yang hangat... sayang gak bisa melihat mataharinya, hanya melihat sinarnya. karena terhalang oleh perbukitan... Subhanallah.... tapi pemandangan ini juga amazing banget! cukup untuk merefresh pikiran dan membangkitkan arruhul jadid :-)



"Dia-lah Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanaman-tanaman; zaitun, korma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan. Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami-(nya), dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran. Dan Dia-lah Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan darinya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk, dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk. Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?" (QS. An-Nahl, 16: 10-17)

----to be continue to Journey to Gede-Pangrango---

Thursday 27 May 2010

persiapan buat naek mendaki besok... ehm, bawa apa aja ya? mudah2an gakk hujan banyak...

Biografi “Ibu Bangsa” Hasri Ainun Habibie

Rating:★★★★★
Category:Other
Copas dari Kompasianer Mas Sehat Ihsan...thanks for sharing this beautiful love story
“Di balik seorang tokoh, selalu tersembunyi peran dua perempuan, yaitu ibu dan istri,”
(B.J. Habibie)

Siapakah Hasri Ainun Habibie? Kenapa ia begitu dibanggakan oleh B. J. Habibie? Dari penelesuran saya, ternyata apa yang dilakukan oleh Habibie adalah suatu hal sangat wajar. Bahkan jika laki-laki lain yang mempersuntingnya, maka pasti mereka akan melakukan hal yang sama. Ini bukanlah suatu hal yang berlebihan. Setidaknya terlihat dari bagaimana ia melakoni hidup sepanjang sejarahnya. Sejak kecil hingga meninggal dunia, ia adalah seorang perempuan yang nyaris sempurna.

Saya mendapatkan banyak informasi mengenai kehidupan Ainun Habibie dari internet. Beberapa referensi saya sertakan dalam bagian akhir tulisan ini. Salah satu sumber yang sangat membantu saya adalah buku biografi Habibie yang ditulis oleh Makmur Makka. Selain itu informasi yang tidak kalah penting berasal dari ungkapan-ungkapan pendek dari beberapa tokoh yang saya dapatkan di internet.

Tulisan ini adalah untaian dari penelusuran saya di internet. Saya membagi tulisan ini tidak terlalu periodik karena tidak ada data yang cukup untuk melakukan itu. Meskipun beberapa bagian nampak seperti sebuah periodesasi, namun isi di dalamnya terkadang meloncat dari satu peride ke periode lainnya. Tujuan utama tulisan ini tidak lain untuk mengenal dan mengenang Ibunda Bangsa yang telah berpulang kerahmatullah 22 Mei 2010 yang lalu. Semoga bermanfaat!

Ainun Habibie

Latar Belakang keluarga
Hasri Ainun Habibie atau lebih popular dengan Ainun Habibie memiliki nama asli Hasri Ainun Besari. Hasri Ainun adalah nama dari bahasa Arab yang berarti seorang anak yang memiliki mata yang indah. Ainun merupakan anak keempat dari delapan bersaudara dari orang tua bernama H.Mohammad Besari. Ia dilahirkan di Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 11 Agustus 1937. Keluarga Ainun adalah keluarga yang mencintai pendidikan. Salah satu orang yang paling penting dalam mendorongnya untuk rajin belajar adalah ibunya. Ibu dari Ainun Habibie merupakan tokoh penting di balik kesuksesan putrinya dalam pendidikan.

Pendidikan dan Pekerjaan
Ainun menyelesaikan pendidikan dasarnya di Bandung. Namun saya belum menemukan data yang pasti nama sekolahnya. Ia melanjutkan pendidikan di SLTP dan SLTA yang juga di Bkota yang sama. Sekolahnya di LSTP bersebelahan dengan sekolah B.J. Habibie yang kemudian menjadi suaminya. Bahkan saat di LSTA mereka belajar di sekolah yang sama. Hanya saja Habibie menjadi kakak kelasnya. Setelah menamatkan pendidikan SLTA, ia merantau ke Jakarta untuk elanjutkan pendidikan. Ainun mengambil Fakultas Kedokteran di Universitas Indonesia, Jakarta. Ia lulus sebagai dokter pada tahun 1961.

Berbekal ijazah kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tersebut, Ainun Habibie diterima bekerja di rumah sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Di RSCM Ainun bekerja di bagian perawatan anak-anak. Kesan pertama dengan pekerjaan ini secara tidak langsung menjadikan Ainun sangat perhatian pada kondisi anak-anak sepanjang hayatnya. Saat bekerja di sana ia tinggal di sebuah asrama di belakang RSCM, tepatnya di Jalan Kimia, Jakarta. Ia bekerja di rumah sakit tersebut hanya setahun saja, sampai tahun 1962. Setelah menikah dengan Habibie pada tahun 1962 itu juga, ia harus meninggalkan pekerjaan sebagai dokter anak lalu ikut dengan suaminya pergi ke Jerman untuk menyelesaikan pendidikan.

Kisah CInta dan Pernikahan
Makmur Makka, penulis Biografi Habibie mendapatkan informasi menarik mengenai kisah cinta Habibie. Ternyata cinta Ainun dan Habibie sudah bersemi sejak mereka remaja. Ainun mengaku kalau ia dan Habibie sudah kenal sejak kecil, bahkan sekolah menenagah mereka berdekatan. Pada tahun 1986, Majalah Femina memuat cerita mengenai kisah ini. Ainun saat itu mengatakan:
“Kami kenal sejak kecil, dia teman bermain kelereng kaka saya. Rumah kami berdekatan ketika di Bandung. Di SLTP letak sekolah kami bersebelahan. Di SLTA malah satu sekolah, hanya Rudy (panggilan Habibie) satu kelas lebih tinggi. Dia selalu menjadi siswa paling kecil dan paling muda di kelas, begitu juga saya. Guru dan teman-teman acap kali berkelakar menjodoh-jodohkan kami. Yah, gadis mana yang suka diperolok demikian?”
Ainun dan Habibie memang banyak kesamaan sehingga mereka sering dijodoh-jodohkan oleh guru dan teman-temannya. Antara lain mereka sama-sama anak ke empat dari delapan bersaudara; sama-sama dibesarkan dalam keluarga yang berpendidikan. Selain itu mereka juga menjadi anak-anak yang beruntung karena memiliki ibu yang mendorong mereka untuk mengutamakan pendidikan. Kesamaan lain adalah, mereka sama-sama tinggal di Bandung dan sekolah di tempat yang sama. Yang tidak kalah unik adalah, mereka sama-sama hobi berenang.

Kisah cinta antara dua anak manusia ini memang sudah terlihat sejak mereka sama-sama sekolah. Rasa cinta tersebut mulai terbesit saat mereka sekolah di SMAK Dago, Kota Bandung. Ainun adalah seorang gadis yang sangat suka berenang. Karena terlalu banyak dan sering berenang, kulitnya menjadi lebih hitam. Pada suatu hari, saat jam istirahat belajar, Habibie lewat di depannya. Saat melihat Ainun Habibie mengatakan: “Hei, kamu sekarang kok hitam dan gemuk?” Ungkapan ini menjadikan Ainun berfikir dan merasakan sebuah getaran aneh di dalam dadanya. “Apakah Habibie perhatian padanya?” Apalagi teman-temannya heran dengan kejadian itu dan mengatakan kalau Habibie memang perhatian padanya. Memang, saat itu Ainun memang menjadi pujaan di sekolahnya dan menjadi incaran banyak siswa laki-laki, termasuk Habibie. Habibie pernah mengomentari tentang Ainun dengan ungkapan: “Wah cakep itu anak, si item gula Jawa”.

Namun mereka berpisah cukup lama. Setelah lulus SMA, Habibie melanjutkan pendidikannya ke ITB Bandung, namun tidak sempat selesai. Habibie dikirimkan oleh orang tunya ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikan. Adalah ibunya yang sangat semangat menyuruhnya belajar ke negeri “Panzeer” tersebut. Ia berangkat dengan biaya dari orang tunya sendiri, dan tidak mendapat beasiswa pemerintah Indonesia, namun pemerintah memberinya izin belajar ke sana. Lalu ia berangkat ke Jerman Barat, untuk melanjutkan pendidikan di sana. Ia masuk ke Universitas Technische Hochscheule di kota Achen, Jerman. Tahun 1960 terhitung Habibie tidak pulang ke Indonesia selama tujuh tahun. Ini membuatnya sangat home sick, terutama ia sangat ingin mengunjungi pusara Bapaknya.
Setelah menanti agak lama, akhirnya Habibie punya kesempatan pulang ke Indonesia. Saat Habibie pulang ke Indonesia, ia berkesempatan menziarahi makam bapaknya di Ujung Pandang. Menjelang lebaran ia pulang ke Bandung dan bertamu ke rumah tetangganya yang lama, keluarga Ainun. Saat itu pula Ainun secara kebetulan sedang mengambil cuti dari tempat kerjanya di RSCM dan pulang ke Bandung. Di sanalah cinta lama bersemi kembali setelah sekian lama mereka tidak bersua. Saat berjumpa dan bertatp mata Habibie mengatakan: “Kok gula Jawa sekarang sudah menjadi gula pasir?”. Pertemuan mereka berlanjut di Jakarta. Habibie mengikuti Ainun yang kembali ke Jakarta untuk masuk kerja di RSCM. Di Jakarta Habibie tinggal di Jl. Mendut, rumah kakaknya yang tertua.

Sama-sama tinggal di Jakarta membuat cinta mereka semakin bersemi. Mereka saling berjanji untuk sering bertemu dan merindukan satu sama lain. Habibie kerap menjemput Ainun yang bekerja di RSCM. Pada malam hari mereka pacaran dan melewati waktu dengan sangat indah. Sesekali mereka naik becak dengan jok tertutup, meskipun sebenarnya malam tidak diguyur hujan. Dan ketika mereka semakin dekat, Habibie menguatkan hati untuk mejatuhkan pilihannya pada Ainun. Ia melamar Ainun dan mempersunting menjadi istrinya.

Ainun disunting oleh BJ Habibie menjadi istrinya pada tanggal 12 Mei 1962. Mereka menghabiskan bulan madu di tiga kota. Kaliurang, Yogyakarta, dilanjutkan ke Bali lalu diakhiri di Ujung Pandang, daerah asal B. J. Habibie. Dari pernikahan ini mereka dikaruniai dua orang putra; llham Akbar dan Thareq Kemal dan enam orang cucu. Namun demikian dalam penganugerahan gelar Doktor kehormatan kepadanya oleh Universitas Indonesia, Habibie mengatakan kalau ia punya cucu ribuan jumlahnya: “Saya mau garis bawahi. Di usia saya yang 74 tahun ini, anak biologis saya cuma dua. Cucu biologis saya hanya enam. Tetapi anak cucu intelektual saya ribuan jumlahnya.” Tentu saja yang dimaksudkan Habibie adalah mahasiswanya yang tersebar di berbagai belahan dunia.

Menjadi Ibu dua Pangeran
Setelah menikah Ainun ikut dengan Habibie yang harus menyelesaikan pendidikan doktoralnya di Jerman. Kehidupan awal di sana dilalui dengan perjuangan yang luar biasa. Setidaknya ia harus bersabar dengan pendapatan yang teramat kecil dari beasiswa Habibie. Namun dengan tekun dan sabar ia tetap menyertai Habibie. Bahkan untuk menghemat ia menjahit sendiri keperluan pakaian bayi yang dikandungnya. Dan disanalah ia mengandung dua putranya, melahirkan dan mebesarkannya.
Ainun adalah seorang ibu yang sangat bertanggung jawab dalam mebesarkan anak-anaknya. Sejak kecil ia membiasakan anak untuk mengembangkan kepribadian mereka sendiri. Ia membebaskan anak-anak untuk berani bertanya tentang hal yang tidak diketahuinya. Dan Ainun akan memberikan jawaban jika ia mampu atau ia akan meminta Habibie jika tidak mampu. Hal ini tentu saja karena ia sadar kalau anak-anak sejak kecil harus dibangun keingintahuan dan kreatifitasnya.

Selain itu Ainun juga membiasakan anaknya hidup sederhana. Uang jajan diberikan pas untuk satu minggu. Dengan demikian si anak memiliki kebebasan untuk memilih jajanan yang mereka sukai., dan mengelola uang mereka sendiri. Anak-anak Ainun tumbuh sebagai anak yang menghargai kesederhanaan itu. Pernah mereka harus bolak-balik dari satu toko ke toko lain untuk mendapatkan harga yang pas sebelum membeli suatu barang.
Hal yang juga tidak kalah penting dalam mendidik anak adalah membiasakan mereka mengemukakan pendapat dengan mengajak mereka berdiskusi di rumah. Menurut Ainun, jika anak-anak berani mengeluarkan pendapat, artinya mereka sedang belajar dalam hidupnya. Dan bagi orang tua, itulah saatnya melaksanakan kewajiban memberikan bekal bagi kehidupan mereka.
Dan benar saja, hasil didikan itu menjadikan kedua anak mereka tumbuh sebagai seorang yang luar biasa. Seperti kita tahu bahwa Ilham Habibie menyelesaikan pendidikan di Muenchen dalam ilmu aeronautika dan meraih gelar PdD dengan predikat summa cumlaude, lebih tinggi dari predikat ayahnya. Sementara Thareq Kemal menyelesaikan Diploma Inggeneur di Braunsweig, Jerman.

Mendampingi Suami
Dalam acara Penganugerahan gelar doktor honoris causa (Dr HC) dari UI, Habibie mengungkapkan sebuah kalimat yang menceriminkan bagaimana peran Ainun di belakang kesuksesannya. “”Di balik seorang tokoh, selalu tersembunyi peran dua perempuan, yaitu ibu dan istri,” Oleh sebab itu pula dalam sambutannya Habibie mempersembahkan gelar tersebut untuk istrinya. “Saya juga menerima penghargaan ini atas nama keluarga, anak-anak dan cucu-cucu saya, khususnya istri saya yang terus mendampingi saya dengan tulus dan ikhlas, sehingga saya menjadi hamba Allah seperti sekarang ini.”
Penghargaan yang begitu besar oleh Habibie kepada istrinya memang tidak berlebihan. Hal ini terlihat sejak awal kebersamaan mereka sewaktu di Jerman. Pada saat mula-mula hidup di Jerman mereka adalah keluarga kecil dengan penghasilan suami yang sangat kecil pula. Dalam kondisi inilah ia menjadi pendamping yang dapat diandalkan. Untuk menghemat pengeluaran, ia menjahit sendiri perlengkapan bayi mereka. Selain itu, Ainun juga kerap menjadi motivator bagi Habibie. Misalnya ia menyemangati Habibie saat Habibie hampir putus asa karena thesisnya diambil alih oleh pembimbing. Berkat dorongan dan semangat dari Ainun, Habibie malah mendapatkan ide yang jauh lebih baik dan sempurna.

Ainun memang mendampingi Habibie dalam segala hal. Saat mula-mula Habibie menjadi tekhnokrat, ia menjadi sosok yang mengatur Habibie di belakang layar. Misalnya, ia yang selalu mengingatkan Habibie dalam masalah waktu kerja. Ketika jam telah menunjukkan pukul 22.00, Ainun menelpon Habibie dan mengingatkannya agar menjaga kesehatan. Habibie terkadang meminta stafnya menjawab kalau ia sudah di lift hendak pulang. Padahal ia terus duduk di belakang meja kerjanya. Ainun juga menjadi pengingat waktu saat Habibie memberikan kuliah atau ceramah. Kita tahu kalau Habibie yang memberi kuliah ia sering lupa waktu. Memeng secara isi materi tidak ada masalah, sebab semua orang akan senang. Namun hal ini dapat mengganggu jadwal acara yang lain yang mengikutinya. Nah, Ainun dengan cara tertentu akan memberikan isyarat kalau habibie sudah harus berhenti. Setelaha melihat Isyarat Ainun, Habibie akan mengatakan: “Saya akhiri ceramah ini, saya sudah diperingatkan oleh Ainun.” Sungguh, sebuah penghargaan yang jujur dan menyentuh hati.

Wardiman Djojonegoro, mantan menteri pendidikan (1993-1998) pada era Soeharto mengatakan kalau Ainun juga sangat memperhatikan makanan untuk Habibie. Dilaah yang menetukan asupan gizi yang baik untuk sang suami. Sebagai Dokter hal ini memang mungkin dilakukannya. Sehingga kalau di depan Ainun, Habibie sangat taat dengan aturan makan yang diterapkan istrinya. Namun terkadang kalau Habibie makan berpisah dengan Ainun, ia sering lupa dengan aturan makan dari istrinya. Hal ini terjadi karena tidak ada orang yang tahu bagaimana makanan yang pas untuk Habibie keculai Ainun, istrinya.

Pada saat Habibie menjadi Wakil Presiden republik Indonesia, Ainun adalah seorang yang dengan tulus ikhlas membantu suaminya mewujudkan mimpi-mimpi mereka. Dalam buku karangan Habibie “Detik-detik Yang Menentukan” tergambar dengan sangat baik bagaimana Ainun mendampingi Habibie dalam kondisi yang sangat gawat dan krusial. Habibie dalam sebuah cerita yang panjang memasukkan dengan gamblang apa saja yang dilakukan Ainun dalam mendampinginya. Dan Ainun pula yang menjadikan Habibie selalu tenang dan matang dalam mengambil sebuah keputusan.

Menjadi Ibu Negara
Pada 23 Mei 1998 Ainun menjadi menjadi Ibu Negara setelah B. J. Habibie dilantik sebagai presiden Negera Kesatuan Republik Indonesia yang ketiga menggantikan Presiden Soeharto yang mengundurkan diri karena desakan masyarakat pada awal reformasi. Tidak lama memang, hanya setahun lebih sedikit, setelah Habibie tidak bersedia untuk mengikuti pemilihan kepemimpinan karena laporan pertanggungjawabannya ditolak oleh DPR/MPR yang saat itu diangap –mengutip Almarhum Gusdur- seperti anak TK. Meskipun secara konstitusi ia dibenarkan menjadi calon presiden, namun secara nurani dan moralitas Habibie merasa tidak nyaman. Selama itu pula Ainun menjadi seorang inspirator untuk sang presiden.

Selama menjadi Ibu negara Ainun menunjukkan dedikasi dan pengabdiannya pada suami dan pada negara sekaligus. Bayak orang yang merasa terkagum-kagum bahkan heran bagaimana Ainun dalam usinya yang tidak lagi muda memiliki energi dan stamina yang seolah tidak pernah habis dalam mengikuti ritme kerja Habibie. Kita tahu tahun 1999 saya menjadi presiden Indonesia dalam keadan kacau beliau. Namun di tengah gemuruh kekacauan ini Ainun mampu menempatkan diri sebagai Ibu Bangsa yang melayani dan mendukung suami seklaigus menjadi “Ibu” buat 200 juga rayat Indonesia.

Penghargaan dan Dedikasi
Ainun memiliki kepedulian yang besar dalam kegiatan sosial. Ia mendirikan dan terlibat dalam beberapa yayasan, seperti Bank Mata untuk penyantun mata tunanetra. Ia bahkan masih menjadi sebagai Ketua Perkumpulan Penyantun Mata Tunanetra Indonesia (PPMTI) pada saat Habibie tidak lagi menajadi Pejabat. Dalam usaha memperkenalkan dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat Indoensia, Ainun pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pendiri Yayasan SDM Iptek, Selain itu ia mendirikan Yayasan Beasiswa Orbit (Yayasan amal abadi-orang tua bimbingan terpadu) dengan cabang di seluruh Indonesia. Ainun juga memprakarsai penerbitan majalah teknologi anak-anak Orbit. Khusus untuk Aceh, semasa Aceh dalam gejolak pada tahun 2000-an, Ainun mengadakan beasiswa ORBIT khusus untuk siswa Aceh.

Ia juga mencatat segudang prestasi besar selama hidupnya. Atas sumbangsihnya tersebut, Ainun mendapatkan beberapa penghargaan tertinggi bintang mahaputra. Penghargaan tersebut diberikan oleh pemerintah sebagai penghargaan kepada warga yang dianggap memiliki peran besar terhadap negara. Antara lain ia mendapatkan penghargaan Bintang Mahaputra Adipurna, juga Mahaputera Utama pada 12 Agustus 1982 serta Bintang Mahaputra Adipradana pada 6 Agustus 1998. Untuk alasan ini pula Ainun Habibie dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.
Sebuah dedikasi yang tidak kalah pentingnya dalam hubungannya dengan tunanetra adalah harapan Ainun agar pemerintah memberikan keleluasaan dan aturan yang menganjurkan untuk dilaksanakan donor mata. Menurut Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimmly Assidiqie, Bu Ainun mengharapkan adanya fatwa yang bukan hanya membolehkan donor mata tetapi menganjurkan dilakukannya donor mata. Karena menurut beliau ketentuan untuk donor mata di Indonesia penuh dengan syarat tertentu, beliau ingin donor mata bukan dibolehkan dengan syarat-syarat tetapi dianjurkan dengan prosedur tertentu. Ini jelas menunjukkan bagaimana ia berdedikasi pada persoalan yang dihadapi orang cacat dan berharap kita semua bisa membantunya.

Kehidupan religius
Habibie dan Ainun memang bukan ahli agama. Namun tidak ada yang menolak kalau dikatakan keluarga ini adalah keluarga yang religius. Perhatian pada agama dan religiusitas tersebut bukan hanya dalam ranah pribadi, namun juga dalam ranah sosial yang lebih besar dan luas. Habibie pada masa Soeharto berhasil membangun sebuah komunikasi diantara para sarcana muslim sehingga berkumpul dalam Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI). Salah satu produk besar ICMI adalah Bank Muamalat Indonesia, yang konon katanya salah satu diantara bank yang tidak bangkrut pada saat indonesia dilanda resesi. BMI pula yang menjadi inspirasi awal lahirnya bank syariah sebagai bagian dalam bank-bank konvensional yang ada di Indonesia saat ini.
Dalam tataran individu, keluarga Habibi menunjukkan religiusitasnya yang konsisten. Sampai saat ini keluarga Haibie adalah keluarga yang melakukan puasa senin kamis. Puasa sunat senin kamis adalah sebuah praktik religius yang tidak semua orang Islam mampu melakukannya. Hanya orang dengan ketaqwaan yang kuat dan rasa tawakkal yang tinggi saja yang mampu melakukannya. Menkumham, Patrialis Akbar mengatakan kalau ia pernah diceritakan oleh Habibie tentang kehidupan religius istrinya, Ainun Habibie. Ainun adalah orang yang melewatkan malam-malamnya dengan shalat tahajut dan mengaji al-Qur’an. Ia telah menamatkan al-Qur’an puluhan kali. Bahkan dari satu sumber dikatakan Ainun menamatkan al-Qur’an dua kali dalam satu bulan. Sebuah prestasi keagmaan yang tidak semua orang Islam dapat melakukannya. Apalagi ditengah kesibukan dan kepadatan jadwal kegiannya sebagai istri petinggi negara.
Kehidupan religius Ainun jelas tergambar dalam Detik-detik yang menentukan, karya Habibie. Beberapa kali Habibie menulis mengenai istrinya, saat Ainun sedang di atas sajadah. “Ainun yang sedang membaca al-Qur’an” atau “Ainun yag baru saja selesai melaksanakan shalat malam” dan lain sebagainya. Di rumah mereka di Jakarta pada saat Habibie masih menjadi menristek, lalu wakil presiden, sampai menjadi presiden, dilaksanakan pengajian rutin yang diikuti warga sekitar dan istri-istri pejabat negara.

Keluarga Besar Habibie
Kisah-Kisah Unik
Ada beberapa pengalaman dari orang dekat Ibu Ainun yang tersiar di internet. Salah satunya adalah pengalaman yang dirasakan oleh Adrie Soebono, kemenakannya yang saat ini menjadi promotor musik ternama di Indonesia. Katanya, sampai saat terakhir berjumpa, yakni dua bulan sebelum beliau meninggal dunia, ia masih dianggap sebagai anak-anak oleh Ibu Ainun. Ia dinasehati layaknya seorang anak kecil yang bandel. Memang, Adrie Soebono pernah tinggal bersama keluarga Habibie di Jerman selama delapan tahun. Dan selama itu pula ia mengatahui dengan persis bagaimana keluarga tersebut.
Ibu Ainun juga paling hobi jogging. Hampir setiap hari di Jerman ia melakukan Jogging. Bahkan terkadang tidak peduli panas dingin. Namun hobi Jogging tersebut hanya dilakukan Ainun saat berada di Jerman. Jika di Indonesia Ainun hanya fitnes atau lari di atas treadmill. Hal ini disebabkan Ainun sensitif dengan debu, mungkin kena sinus. Udara di Jakarta dan kota lain di Indoensia banyak debu, jadi Ainun tidak pernah jogging. Kondisi kesehatan ini juga menjadi salah satu alasan Habibie untuk menetap di Jerman setelah ia tidak lagi menjadi pejabat negara. Dalam cara seminar atau ceramah yang Habibie menjadi penceramahnya, Ainun menjadi “tukang tekan bel,” memperingatkan Habibie mengenai waktu. Pernah Habibie diberikan kesempatan untuk menjadi penceramah dalam bulan Ramadhan. Ceramah diberikan setelah shalat isya sebelum tarawih. Biasanya ceramah ini hanya berlangsung selama sepuluh atau lima belas menit. Namun Habibie melakukannya lebih lama, sehingga membuat para jamaah gelisah. Sebab ada agenda lain yang harus dilaksanakan yaitu shalat tarawih. Ainun tahu kondisi ini. Ia meminta seorang cucunya untuk memberikan isyarat pada Habibie karena ia duduk agak jauh. Cucunya datang ke tempat yang terlihat oleh Habibie dan membuat sebuah gerakan layaknya orang Shalat. Habibie-pun paham. Sebelum mengkhiri ceramahnya, Habibie mengatakan: “Ini pasti Ainun yang suruh.”
Ada pengalaman unik dari Ibu Linda, mantan wartawan Majalah Tempo saat bertugas di istana pada masa Soeharto. Ia sering menjumpai Habibie dengan pipi yang ada bekas lipstiknya sebelum masuk kantor. Saat ditegur, Habibie dengan santai mengatakan kalau istrinya sering mencium sebelum ia berangkat, bahkan ketiak sudah digarasi mobil. Dan itu terjadi berkali-kali. Saat diberitahu ia Habibie menjawab dengan bangga: “‘Ya begini nih istri Oom….. seperti nggak mau pisah dan ditinggal ke kantor lama-lama. Senang ya punya pasangan seperti begini?”. Ibu Linda yang kebetulan berjumpa dengan Ibu Ainun, Istri Habibie “melaporkan” kejadian itu pada Ainun. Ainun menjawab: “Aduuuh, bikin malu ya? Artinya suami saya nggak hapus lagi dong kalau memang masih ada bekas lipstik?, Awas saja nanti sampai di rumah mau saya tanya ah …hahahaaa… !”.

Cerita unik lain adalah Ainun memempengaruhi Habibie utuk mengikuti sinetron Cinta Fitri yang tayangkan oleh sebuah TV Swasta di tanah air. Semula Habibie tidak tahu mengenai sinetron ini, namun setelah diceritakan sedikit latar belakangnya oleh Ainun, Habibie menjadi tertarik dan mengikutinya dengan rutin. Bahkan karena begitu kagum dengan kisah cinta dalam sinetron tersebut Habibie pernah mengundang para pemain sinetron untuk makan malam di kediamannya di Jakarta. Apa yang Ainun dan Habibie tertarik? Menurut pengakuan mereka, kisah cinta dalam sinetron tersebut hampir sama dengan kisah cinta mereka sendiri, karena itu mereka seakan kembali ke masa silam dan menikmatinya.

Cinta Sang Suami
“Saya dilahirkan untuk Ainun dan Ainun dilahirkan untuk saya”
(B.J. Habibie)

Berbagai kiprah selama hidup bersama Habibie, membuat Habibie menempatkan Ainun sebagai orang yang sangat dekat di hatinya. Yusran Darmawan pernah melihat sendiri bagaimana wujud perhatian mantan presiden ini pada Istrinya. Dalam sebuah seminar yang diadakan oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) di kantor BPPT Jakarta, Habibie menjadi keynote speaker. Saat datang Habibie ditemani oleh istrinya, Ainun. Setelah selesai memberikan kuliahnya, semua wartawan datang mengerubunginya untuk wawancara. Pada saat itu pula Habibie tidak peduli dan ia nampak mencari-cari di mana Ainun. Ketika seorang wartawan bertanya tentang pendapatnya atas situasi di Timor Leste, Habibie hanya menjawab singkat. “Maafkan, saya sedang mencari di mana mantan pacar saya. Mana Ainun? Saya belum pernah pisah dengan Ainun. Mana Ainun?”

Wujud cinta ini juga terlihat saat Ainun sudah terbaring di rumah sakit. Selama hampir tiga bulan ini Habibie dikabarkan tidak beranjak dari sisi istrinya. Sejak masuk rumah sakit pada tanggal 24 Maret 2010 silam Habibie memberikan perhatian dan menunjukkan cinta kepada ibu dari anak-anaknya itu. Tentu saja ini terjadi karena Habibie dan Ainun telah banyak melewati berbagai perjuangan dalam menempuh hidup ini. Perjuangan tersebut telah memupuk cinta mereka begitu kuat dan terasa takkan terpisahkan. Selama di rumah sakit juga Habibie menuntun istrinya untuk shalat. Dari sebuah sumber saya dapatkan, pada hari sebelum meninggal dunia, Habibie sempat membimbing istrinya shalat subuh, zuhur dan ashar di rumah sakit tersebut.
Hanya sampai di rumah sakit? Ternyata tidak.!Dalam proses penantian pengurusan administrasi sebelum jenazah diterbangkan ke tanah airpun Habibie masih mendampingi istrinya. Dalam pesawat beliau masih dekat dengan jenazah almarhumah. Saat tiba di tanah air jenazah diturunkan dari pesawat, beliau masih mendampingi peti jenazah tersebut. Dalam beberapa foto yang diabadikan wartawan jelas nampak Habibie dengan peci hitam berjalan dengan memegang peti jenazah istrinya. Bahkan saat jenazah dibawa ke pemakaman dari rumah duka, Habibie tidak mau naik ke mobil yang telah disediakan untuknya. Ia malah memilih masuk ke dalam ambulan dan duduk di sisi peti jenazah istrinya. Mungkin tidak semua masyarakat yang menyaksikan iring-iringan mobil itu tahu kalau mantan menteri, manatan presiden, orang besar yang dikenal tidak hanya di Indonesia itu berada berdua dengan sang istri dalam ambulan menuju pemakaman.

Dalam sebuah sambutan yang diberikan Habibie setelah upacara pemakaman istrinya ia mengungkapkan rasa cinta itu dengan sebuah kalimat puitis nan indah: “12 Mei 1962 kami dinikahkan. Bibit cinta abadi dititipkan di hati kamu dan hati saya, pemiliknya Allah. Cinta yang abadi dan sempurna. Kamu dan saya, sepanjang masa. Nikmatnya dipatri dalam segala-galanya, satu batin dan perasaanya.” Ungkapan ini bukan hanya pemanis bibir. Habibie telah menunjukkan dalam laku dan perbuatannya. Ia mencurahkan seluruh cinta dan hatinya pada sang istri, Ainun Haibie, sampai ia menutup mata.

Selamat Jalan Ibu
Seperti telah diberikatakan oleh banyak media, pada 24 Maret 2010, Hasri Ainun Habibie masuk ke rumah sakit Ludwig-Maximilians-Universitat, Klinikum Gro`hadern, Munchen, Jerman. Ainun berada di bawah pengawasan direktur Rumah Sakit Prof Dr Gerhard Steinbeck, yang juga spesialis penyakit jantung. Ia telah menjalani sembilan kali operasi dan empat kali dari sembilan operasi tersebut merupakan operasi utama. Sisanya merupakan operasi eksplorasi. Pukul 17.05 waktu Jerman, hari Sabtu tanggal 22 Mei 2010, Nyonya Ainun wafat dalam usia 72 tahun, setelah 45 tahun hidup bersama Habibie. Sebelum wafat, Nyonya Ainun sempat beberapa kali mengalami kritis. Namun jiwanya tidak terselamatkan lagi. Semua orang berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Selamat jalan ibu, kebaikan dan dedikasimu menjadi pelajaran sangat berharga bagi kami.

Sumber Rujukan
1. The True Life of Habibie
2. Beberapa tulisan di
3. Kuntum Cinta Habibie Untuk Ainun
4. Beberapa laporan dari Metro TV dan TV One
5. Beberapa tulisan dalam LKBN Antara
6. RIP Asri Ainun Habibie
7.Mengenang Ibu Ainun Habibie
8. Dan lainnya hasil browsing di Internet, seperti kompas.com, inilah.com, dan lain-lain
9. Beberapa tulisan kompasianer: Djamaluddin, Nila,

Sumber foto: Satu Dua Tiga Empat Lima Enam Tujuh Delapan Sembilan
Seperti saya tulis di bagian judul, tulisan ini belum selesai sepenuhnya. Beberapa bagian akan saya masukkan kembali belakangan. Informasi dan masukan dari teman-teman kompasianers akan sangat mebantu saya dalam menjadikan tulisan ini lebih baik.


==di copas dari http://indonesiancommunity.multiply.com/journal/item/4038==

Wednesday 26 May 2010

Indonesia berkabung


selamat jalan Bu Ainun...

yesterday, I had the opportunity to attend the funeral alm. Ainun Habibie. with BPPT staff, we went by the bus each way to the park Kalibata hero's grave. the condition here is very crowded and full procedural. understand who is buried here is a woman who had become the mother of this nation state. many officials who came here. I was lucky standing beside the red carpet so i can see them all clearly. although i can not take photo them, but these photos can be a bit minimal ambiance there. because the quality of my camera HP 1 mp, the results may be not good.

to see my writting reviews, you can click
http://aptx7486.multiply.com/journal/item/123/Penghormatan_terakhir_untuk_ibu_negara_terhebat

Penghormatan terakhir untuk ibu negara terhebat

Meski saya tidak pernah tertemu langsung dengan beliau (kecuali kemarin, saat pemakaman istri beliau tercinta, dr. Hasri Ainun Habibie), bagi saya sosok beliau adalah salah satu pemimpin yang harus kita teladani. Memang sejak kecil saya ngefans berat dengan teknokrat yang luar biasa ini. Sejak kecil (kelas 3 SD) saya pun sudah punya buku biografi BJ. Habibie, mengenai perjuangannya hingga berhasil mendirikan IPTN dan prestasi lainnya. Buku itu hadiah dari ibu saya tercinta, mungkin ibu berharap agar saya dapat mencontoh semangat BJ Habibie. Saya sangat menyukai buku itu, tiap saat saya selalu menyempatkan untuk baca buku itu hingga tiap halaman dari buku itu sudah bercerai-berai. 

Menghadiri langsung pemakaman alm. Hasri ainun habibie membuat saya bisa melihat langsung sosok mantan menristek yang saya banggakan ini. hanya dalam jarak 1 meter (karena saya berdiri disamping red carpet) juga bisa merasakan kesedihan yang mendalam yang beliau rasakan. rasa cinta beliau yang tidak pernah tergambarkan dalam buku biografinya yang pernah saya baca. kisah cinta yang dahsyat, sangat menyentuh. Kisah cinta yang dialami oleh manusia paling cemerlang yang pernah terlahir di bumi Indonesia, Prof Dr Ing BJ Habibie. 

Selama ini, saya hanya mengenal Habibie sebagai seorang fisikawan penerbangan yang paling cemerlang. Namun kali ini kesan saya tentang Habibie kian menguat. Ternyata ia adalah seorang pencinta yang luar biasa. Dari beberapa tulisan di internet, saya menemukan kisah tentang betapa setianya Habibie menemani Ainun di saat-saat terakhir hidupnya. Sejak Ainun dirawat di rumah sakit itu, tak pernah sedetikpun Habibie beranjak. Ia setia menemani sang istri tercinta hingga detik akhir.

Habibie tahu betul bahwa tak ada satupun manusia yang bisa menaklukan sang waktu. Presiden RI ke-3 itu amat paham dengan aksioma bahwa meskipun pencapaian teknologi telah membumbung tinggi laksana roket yang mengangkasa, namun tak pernah sanggup mengalahkan usia serta daur hidup manusia yang kelak akan bertemu maut. Pada akhirnya, manusia bisa seperti nujuman tentang alam semesta yang kelak akan lebur bersama waktu. Kata fisikawan Einstein, Tuhan tidak sedang bermain dadu dengan penciptaan semesta, bahkan pemusnahan semesta. Namun, bukankah manusia masih menyimpan lembaran kisah-kisah manis yang kelak akan menjadi prasasti yang tergurat abadi dalam hati?

Manusia memang bisa menyimpan lapis-lapis kenangan dan menjagainya dengan sepenuh hati. Sebuah kenangan adalah rekaman kejadian masa silam yang jejaknya tersisa di masa kini. Dan seorang Habibie pun tetap setia menyimpan rapi semua prasasti ingatannya tentang kisah cinta luar biasa yang dijalaninya selama puluhan tahun dengan perempuan asal Yogyakarta tersebut.

Pada tahun 2006, saya (tulisan yusran darmawan) mengikuti seminar yang diadakan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) di kantor BPPT Jakarta, di mana Habibie menjadi keynote speaker. Saya masih ingat betul bahwa saat itu, Habibie datang ditemani Ainun. Bahkan di saat usai berceramah, di saat semua wartawan datang merubunginya, ia masih mencari-cari di mana Ainun. Pada saat seorang wartawan bertanya tentang pendapatnya atas situasi di Timor Leste, Habibie hanya menjawab singkat. “Maafkan, saya sedang mencari di mana mantan pacar saya. Mana Ainun? Saya belum pernah pisah dengan Ainun. Mana Ainun?”

Namun cerita yang membuat saya terharu adalah bagaimana Pak Habibie mantan Presiden RI tidak pernah beranjak dari Rumah Sakit di mana Ibu Ainun dirawat. Tetap setia menemani sang Isteri Tercinta sampai saat akhir. Memang Pak Habibie adalah seorang Pria yang sangat cinta terhadap Isterinya. Pak Habibie menemukan cinta sejati di Almarhumah Ibu Ainun. Suatu kisah cinta teladan yang jarang ditemukan di kalangan para pejabat dan politisi. Saya yakin, kuntum-kuntum cinta yang pernah mereka tanam di masa muda, telah mekar dan harumnya semerbak hingga di saat usia mereka kian menua. Itulah digdayanya kuntum cinta. Selamat jalan Ibu Ainun Habibie, doaku menyertai kepergianmu, semoga Allah SWT memberikan tempat terbaik bagimu di sisi Nya.

Foto-foto yang sempet terabadikan ada disini