Monday, 17 January 2011

Mencari - cari Alasan, Kita, dan Mereka


Menjelang mukhoyyam;

'maaf, saya ada agenda keluarga keluar kota.'
'Apa tidak bisa ditunda?'
'Soalnya besuknya juga ada acara lagi.'
'Tapi ini kan mukhoyam sapu jagad akh?'
'iya, habis gimana ya....'
tetap tidak bisa

kadang2, kita menemukan kondisi diatas... atau saat liqa

'liqa sdh mulai ini. antum dimana?'
kali ini sms
'maaf pak, saya masih kecapekan pulang kerja. izin dulu.'
capek. Bisakah jadi alasan..?

atau saat rapat

'akh, katanya antum kemarin ngga datang saat rapat abis shubuh?
katanya cuma DPC kita yg ngga ada wakilnya?'
'afwan akh, kemarin itu hujan deras abis shubuh. makanya saya ngga bisa berangkat.'
'hujan deras? bukannya antum punya jas hujan?
antum pernah ngga lihat saya ngga adatang karena hujan. bukankah rumah saya lebih jauh dari antum?'
tak ada tanggapan.
Hujan. akankah jadi penghalang...?

soal alasan, kita memang suka mencari-carinya. apalagi kalau murabbi atau pembina mudah ngasih izin dan dari pengalaman tak pernah ada masalah dengan izin tak ada iqab atau amarah dari atas. kitapun menikmati 'izin' yg diberikannya. Tetapi, apakah dihadapan Allah masalahnya juga 'selesai'?

Dalam masalah2 dakwah, tarbiyah, dan akhirat. orang-orang beriman tidak semestinya banyak minta izin. para pendahulu kita, selalu bersedia memenuhi panggilan mereka tidak minta izin.

Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk tidak ikut berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa(QS.9:4)

satu kali, datanglah sekumpulan orang islam minta izin kepada Rasulullah untuk tidak ikut
dalam perang tabuk dan Rasulullah mengizinkannya, maka turunlah firman Allah:

Semoga Allah mema'afkanmu. Mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta? (QS 9:43)

itulah maksudnya, andaikan pun kita diizinkan dengan alasan kita belum tentu selesai urusan dengan Allah karena IA Maha Tahu apa yg dalam hati kita. apakah kita merasa capek saat hendak berangkat? tiba2 motor mogok? tiba2 anak-anak rewel? tiba2 inget punya PR?

waspadalah, waspadalah! ada kalanya karena dari awal azzam kita kurang kuat. niat kita kurang bulat. maka Allah tidak redho dengan itu, dan dijadikanlah kita golongan yg tertinggal.

Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka. dan dikatakan kepada mereka: "Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu." (QS 9:46)

maka jika dari awal kita berniat untuk tidak hadir, biasanya, akan selalu muncul alasan untuk itu. sebabnya bisa jadi, karena Allah tidak menghendaki mereka yg niatnya tidak bulat, azzamnya kurang kuat jika mereka ikut, bisa2 malah menambah masalah.

Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas maju ke muka di celah-celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antara kamu; sedang di antara kamu ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim. (QS 9:47)

karena itu jika al akh, saya maksudnya, berniat tidak hadir karena alasan:
hujan lah
capek lah
panas lah
habis bensinlah
kendaraan sudah terlanjur dimasukin lah
dll lah

waspadalah, jangan2 memang niat kita dari awal kurang bulat dan Allah tidak suka dengan itu.

tetapi ada yg lebih berat dari itu:
al akh yg tidak (ingin) hadir
dan ia tidak minta izin
ia justru menyampaikan alasan2nya ke al akh yg lain
siapa tahu ada yg mengikutinya ^_^

yg ini ayatnya agak berat
Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini." Katakanlah: "Api neraka jahannam itu lebih sangat panas(nya)" jika mereka mengetahui.


Mereka juga mencari-cari alasan

Para shahabat ra yang mulia, mereka juga mencari-cari alasan saat terbentang sebuah amalan. lihatlah beberpa contoh berikut:

tersebutlah seorang shahabat yg mulia, Abdullah bin Mughfil namanya. saat genderang perang tabuh berkumandang ia ingin ikut berangkat berperang. tapi ia tidak punya bekal
tidak punya senjata, tidak punya binatang tunggangan

beberapa shahabat lain juga bernasib sama, seperti Ulyah bin Yazid ra. tapi mereka semua ingin ikut tetap berangkat ke medan jihad. datanglah mereka menemui Nabi minta perbekalan tapi nabi bilang sudah habis itu perbekalan' merekapun kembali dengan air mata bercucuran sedih tak ikut berangkat.

turunlah firman Allah
dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu." lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan[654]. (QS. 9:92)

contoh lain, orang2 miskin di zaman Nabi SAW:

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Sahabat Muhajirin yang miskin datang kepada Rasulullah saw. dan mengadu: "Orang-orang yang kaya mendapatkan derajat yang tinggi dan kenikmatan abadi." Beliau bertanya : "Mengapa demikian?" Mereka menjawab: "Mereka mengerjakan salat sebagaimana kami salat, mereka berpuasa sebagaimana kami puasa, dan mereka juga bersedekah. Sedangkan kami tidak, serta mereka memerdekakan budak, tetapi kami tidak dapat memerdekakannya." Kemudian beliau bersabda: "Bolehkah aku memberitahu kalian tentang sesuatu yang dapat mengejar mereka, dan kalian akan berada dalam barisan terdepan bagi orang-orang sesudahmu, serta tidak ada seorang pun yang lebih utama dari kalian, kecuali orang yang melakukan seperti apa yang kalian lakukan?" Mereka menjawab: "Baiklah, wahai Rasulullah."Beliau menjawab: "Yaitu supaya kalian membaca tasbih (Subhanallah) membaca takbir (Allahu akbar) dan membaca tahmid (Alhamdulillah) setiap selesai salat masing-masing tiga puluh tiga kali". Tetapi, setelah itu sahabat-sahabat Muhajirin yang miskin kembali lagi kepada Rasulullah saw. dan berkata: ""Saudara-saudara kami yang kaya itu mendengar apa yang kami lakukan, kemudian mereka melakukan seperti apa yang kami lakukan." Maka Rasulullah saw. bersabda: "Itulah karunia Allah yang diberikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki." (HR. Bukhari dan Muslim)

mengapa disebutkan para shahabat diatas mencari2 alasan?

Ya, sebenarnya mereka kekurangan. mereka tak punya senjata, bekal. Mereka miskin, tak bisa berinfaq harta, apatah lg memerdekakan budak. tetapi mereka mencari2 alasan agar bisa berjihad. mereka mencari2 alasan agar menjadi yg terbaik di hadapan Allah.

dan itulah bedanya mencari alasan kita dan mereka:

kita (khususnya saya), dengan segala kelebihan yg kita miliki mencari2 alasan untuk tidak berperan serta dalam kebaikan.

adapun para shahabat, dengan segala kekurangan yg mereka alami mereka mencari2 alasan agar tetap berperan dalam jihad dan dakwah.

maka begitulah, setiap menjelang perang:

shahabat yg masih muda, memakai sepatu berhak tinggi, mereka ingin tampak dewasa dan diikutkan dalam jihad.shahabat yg tua, mereka tunjukkan ahli memanahnya, mereka sampaikan ingin beroleh syahid di jalan-Nya

tetapi ada yg sangat monumental dari itu semua:
kisah wafatnya Abdullah bin Ummi maktum. lelaki buta yg mulia ini, dengan kekurangannya mencari2 alasan biar ikut berperang biar bisa syahid. tetapi khalifahpun punya alasan melarang lelaki buta berbahaya jika ikut berperang. iya kalau yg ditebas adalah musuhnya, bagaimana jika keliru temannya?

tetapi, lelaki buta yg mulia itu selalu punya alasan untuk menggapai cita2 syahidnya dan inilah kisah akhir hayatnya:

Meskipun Allah telah memaafkan Ibnu Ummi Maktum dan orang-orang udzur seperti dia untuk tidak berjihad, namun dia enggan bersantai-santai beserta orang-orang yang tidak turut berperang. Dia tetap membulatkan tekat untuk turut berperang fi sabilillah. Tekad itu timbul dalam dirinya, karena jiwa yang besar tidak dapat dikatakan besar, kecuali bila orang itu memikul pula pekerjaan besar. Maka karena itu dia sangat gandrung untuk turut berperang dan menetapkan sendiri tugasnya di medan perang.

Katanya, “Tempatkan saya antara dua barisan sebagai pembawa bendera. Saya akan memeganya erat-erat untuk kalian. Saya buta, karena itu saya pasti tidak akan lari.” Tahun keempat belas Hijriyah, Khalifah ‘Umar bin Khaththab memutuskan akan memasuki Persia dengan perang yang menentukan, untuk menggulingkan pemerintahan yang zalim, dan menggantinya dengan pemerintahan Islam yang demokratis dan bertauhid. ‘Umar memerintahkan kepada segenap Gubernur dan pembesar dalam pemerintahannya, ‘Jangan ada seorang jua pun yang ketinggalan dari orang orang bersenjata, orang yang mempunyai kuda, atau yang berani, atau yang berpikiran tajam, melainkan hadapkan semuanya kepada saya sesegera mungkin!”

Maka berkumpulah di Madinah kaum Muslimin dari segala penjuru, memenuhi panggilan Khalifah ‘Umar. Di antara mereka itu terdapat seorang prajurit buta, ‘Abdullah bin Ummi maktum. Khalifah ‘Umar mengangkat Sa’ad bin Abi Waqash menjadi panglima pasukan yang besar itu. Kemudian Khalifah memberikan intruksi-intruksi dan pengarahan kepada Sa’ad.

Setelah pasukan besar itu sampai di Qadisiyah. ‘Abdullah bin Ummi maktum memakai baju besi dan perlengkapan yang sempurna. Dia tampil sebagai pembawa bendera kaum muslimin dan berjanji akan senantiasa mengibarkannya atau mati di samping bendera itu.

Pada hari ke tiga perang Qadisiyah, perang berkecamuk dengan hebat, yang belum pernah disaksikan sebelumnya. Kaum muslimin berhasil memenangkan perang tersebut dengan kemenangan paling besar yang belum pernah direbutnya. Maka pndahlah kekuasaan kerajaan Persia yang besar ke tangan kaum muslimin. Dan runtuhlah mahligai yang termegah, dan berkibarlah bendera tauhid di bumi penyembah berhala itu.

Kemenangan yang meyakinkan itu dibayar dengan darah dan jiwa ratusan syuhada. Diantara mereka yang syahid itu terdapat ‘ Abdullah bin Ummi Maktum yang buta. Dia ditemukan terkapar di medan tempur berlumuran darah syahidnya, sambil memeluk bendera kaum muslimin.

jikapun harus izin

tetapi apakah selamanya kita dilarang minta izin?
tidak juga. seperti Abdullah bin Mughfil diatas. karena itu jikapun kita minta izin karena uzur, beritahukanlah kepada yg berwenang, dengan cara yg melegakan si penerima kabar:

1. sampaikan sebelum acara
2. kemukakan mengapa anda 'layak' tidak hadir
3. berikan alternatif lain.
4. lihatlah perasaan kita, apa kita nyaman dan menikmati ketidakhadiran ini?

'maaf ustadz, saya tidak bisa hadir. capek'
'afwan, ada urusan keluarga. izin'
'saya lagi lemah iman, saya mundur dari kepanitiaan'

sms2 seperti diatas, bukan melegakan, tapi bisa mendatangkan zhan:
secapek apa sih...?
sepenting apa sih..?
selemah apa sih...?

Ironis memang, tapi cara seperti ini masih agak lumayan ketimbang yg tidak pernah mencari dan menyampaikan alasan ghoib atau keterlambatannya... paling tdk masih ada rasa tanggung jawab terhadap ikhwah dan dakwah. Meski kondisi seperti ini tdk bisa dibenarkan dan dibiarkan merajalela.

seorang pemuda menemui Nabi SAW
'Ya nabi, saya ingin berjihad, tapi ibu saya sakt keras,
mana yg harus saya dahulukan?'

'Ya Nabi, saya ingin ikut perang, tapi saya tidak punya bekal, berilah saya bekal?
'

Abdullah bin Mughfil berkaca dari hal tsb.

jadi kalaupun minta izin, sms lah yg lengkap.
'pak, saya sakit, sudah 2 hari tidak masuk kerja, apa diizinkan?'
tak ada alasan kecuali si penerima sms akan mengizinkan

'pak, ibu saya meminta saya pulang, katanya penting, apa boleh jika saya tidak hadir?'

'tad, saya harus jaga anak2, umminya sakit, bagaimana kalau liqa dipindah di rumah saya saja?'

'tadz, saya harus lembur kerja menddadak, tidak bisa hadir. iqab apa yg perlu saya tunaikan untuk ini?'

seorang ksatria, selalu punya alasan layak untuk disampaikan

Ada juga kabar gembiranya, dalam shahihain, dari Anas ra Rasulullah SAW bersabda:
di Madinah ada sekelompok orang, tidaklah kalian melintasi lembah atau menempuh perjalanan, melainkan ia bersama kalian. Shabat bertanya, sekalipun mereka tetap di Madinah? kata Rasulullah, ya, uzur telah menahan mereka

jika memang kita punya alasan dan alasan itu layak
jika kita menangis saat tidak berangkat seperti Abdullah bin Mughfil
jika kita resah karena ketidakikutsertaan kita

semoga Allah mencatat kita termasuk dalam kafilah yang ikut berangkat serta.
wallahu a'alam

Epilog


yg ghoib karena udzur syar'i (sepanjang prosedurnya dg baik dijalani) pasti merasakan kealfaan diagenda2 tarbawi/da'awi reguler adalah sebuah KERUGIAN...hatinya selalu terpaut kepada ikhwahnya dan agenda yang dia tinggalkan...
Sesungguhnya dia tetap HADIR bersama dakwah dan ikhwah...bersama kerja besar ini...sehingga tdk bernikmat2 ria dg udzurnya.
Dengan begitu dia akan segera mencari, perkembangan apa yg terjadi dg ikhwah dan dakwah saat dia alfa. Dg begitu dia akan akan bersegera untuk kembali ke mahadhin tarbawiyyah dg jiwa, raga dan kalau perlu harta (sbg konvensasi kealfaannya...misalnya). Orang yg ghoib karena udzur syar'i akan cenderung 'kembali'


sumber: [ini] dengan beberapa perubahan.


No comments:

Post a Comment