Tuesday, 7 June 2011

Filfot: Untuk apa saya memotret?


Awalnya saya berfikir, fotografi hanyalah tentang keindahan. Bagaimana mengambil gambar yang indah yang membuat diri ini dan orang lain berdecak kagum dengan keindahan tersebut. Tapi ternyata sesuatu yang indah itu akan mudah dilupakan...

Awalnya saya berfikir, untuk menghasilkan gambar yang bagus harus pake kamera yang canggih, seperti SLR digital.Tapi ternyata dalam fotografi tidak penting kamera apa yang digunakan, yang terpenting adalah orang (fotografer) yang memotret suatu peristiwa. Bagus tidaknya suatu foto tidak hanya tergantung pada kualitas gambar yang ditampilkan, tapi lebih pada pesan yang ingin disampaikan melalui foto tersebut yang hanya bisa ditampilkan oleh ide/imajinasi sang fotografer. The man behind the gun...

Sejak pertama punya kamera, saya selalu berfikir, kamera ini saya gunakan untuk apa? meski jujur awalnya saya membeli kamera adalah untuk mengabadikan keindahan ciptaan-Nya, tapi apakah hanya tentang keindahan? Apa ya esensinya fotografi? 

Selama seorang fotografer masih menuruti kaidah 'foto indah' atau foto salon sesuai selera umum, ia akan terus terjebak untuk menyenangkan orang lain, tanpa memberi kesempatan kepada dirinya untuk menghadirkan dimensi lain dari karya-karyanya. Mungkin akan lebih bermakna jika kita menjadikan foto karya kita sebagai 'potret diri', seperti layaknya menjadi seorang chef
yang menciptakan resep baru, bukan hanya sekedar  jadi tukang masak. Maka kita akan berekspreimen dengan segala teknik fotografi yang dikuasai dan pengalaman yang pernah dicap. Mulailah membuat foto dengan sebuah pemahaman lain, dengan sesuatu yang baru...

Seorang fotografer dikatakan berhasil bukan karena berhasil memotrek wanita berbikini di pinggir pantai atau kolam. Inilah persepsi fotografi (sejak lama) yang justru membuat rusaknya image fotografi itu sendiri, pada akhirnya fotografi selalu dikaitakan dengan hal-hal yang negatif. Padahal fotografi itu harusnya mencerdaskan, dan  berhasil membuat siapapun yang melihat foto tersebut tuk berbuat baik lebih banyak, bukan hanya soal menumbuhkan rasa simpati terhadap objek foto, tapi juga action.

Gak lucu banget kan kalo dimarahin pengemis gara motoin pengemis itu lagi kepanasan tengah hari, atau digebukin warga gara2 pas ada kebakaran fotografer malah sibuk foto daripada ngebantuin warga. Ada aspek2 tertentu seperti situasi, sosial, perasaan orang ternyata tidak semua bisa seenaknya diambil asal jepret.

Fotografi juga tentang gagasan, perasaan dalam hati, dan interaksi dengan objek foto. Maka Robert Capa mengatakan: “If your picture aren’t good enough, that’s mean you’re not close enough”. Dan memang foto-foto penuh pesan hanya dihasilkan ketika diambil dari kedekatan sang fotografer dengan objeknya. Itu dihasilkan karena sang fotografer memotret momen-momen dramatis tersebut secara dekat bahkan turut merasakan nuansa  yang  terjadi disana. Itulah makna kedekatan.

 

Contoh lain adalah para fotografer wildlife di National Geographic. Mereka adalah sosok-sosok tangguh baik secara fisik maupun mental. Bahkan konon kabarnya setiap fotografer tersebut melatih kekuatan fisiknya untuk mampu bertahan hidup (survival) dalam alam liar yang ganas. Foto-foto menakjubkan yang dihasilkan mereka bukan dihasilkan dari sekedar memotret sejam dua jam, namun membutuhkan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan hanya untuk mendapatkan momen yang pas. Bahkan Sang fotografer menunggu selama lebih dari 3 bulan di tempat yang sama hanya untuk mendapatkan foto seeokor gorilla tengah meminum air di sebuah mata air. Dan selama 3 bulan itu sang fotografer berada dalam tenda kecil yang dibangunnya di atas pohon! Adalagi kisah seorang fotografer (jurnalis) dalam sebuah perang yang berhasil memotret seorang tentara yang tertembak peluru sebelum tentara tersebut jatuh ke tanah. Begitu dekatnya sang fotografer dengan tentara tersebut sehingga yang melihat fiti tersebut dapat ikut merasakan peristiwa mencekam saat itu. Padahal bisa saja justru sang fotografer itu ikut tertembak! itulah ketangguhan seorang fotografer dalam mengambil makna sebuah kedekatan.


Fotografi juga soal mengabadikan momen atau peristiwa, menjadi bukti sejarah hidup manusia dan peristiwa-peristiwa yang melingkupinya. Dengan keberadaan foto, banyak orang bisa diingatkan dan disadarkan tentang suatu hal. Bayangkan jika Frans Soemarto Mendoer tidak memfoto peristiwa proklamasi RI atau negatif film tersebut dirampas tentara Jepang... tentu saja menjadi perjuangan sangat berat untuk mencetak foto tersebut. Wartawan senior Alwi Shahab menulis “Andaikata tidak ada Frans Mendoer, maka kita tidak akan punya satu foto dokumentasi pun dari peristiwa proklamasi kemerdekaan…” (Republika edisi Minggu, 14 Agustus 2005, tiga hari menjelang peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ke-60).


Mengenai kamera, tak terlalu penting kamera jenis apa yang Anda miliki. Asal mengerti teknik dasar, lalu bukalah hati dan pikiran. Biarkan energi dari subjek yang Anda foto merasuki. Seorang pemuda di Filipina yang mengupload foto-fotonya ke situs Flickr.com sehingga akhirnya jepretannya itu ditemukan oleh salah satu fotografer dan reviewer fotografi terkemuka dunia, Kenrock Well, dan mendapat pujian atas jepretan-jepretannya itu. Dan yang mencengangkan adalah pemuda itu memotret semua foto nan indah itu hanya dengan kamera di HP-nya yang resolusinya sangat kecil.

Nacthwey cenderung memakai lensa yang tidak lebih panjang daripada 50mm (andalan dia adalah 16/20-35L dan 35 1.4L) simpel dengan alasan lebih dekat dengan subjeknya, dia bisa ajak mereka
berinteraksi dan "merasakan" apa yang mereka rasakan saat itu.

sumber: kaskus

Henri Cartier Bresson sepanjang hidupnya cuma memakai lensa 50mm, cuma karena dia TIDAK MAMPU membeli lensa lain pada saat itu (bahkan dia hanya membeli Leica yang saat itu bisa dibilang kelas bawah dibanding dengan Contax/Zeiss atau SINAR) tapi yang terpenting adalah kemampuannya untuk MELIHAT apa yang dia bilang "decisive moments" (momen yang gak akan terjadi dua kali sepanjang hidup) dan menerjemahkannya ke dalam gambar.


Dan saya, atas saran dari seorang teman, mulai belajar dengan menggunakan kamera manual jadul (Pentax K1000). Rasanya puas banget, meski hasil 1 roll belum bagus semua (maklum masih newbie). Emang bener sih belajar teknik fotografinya kena banget, mulai dari memahami fungsi dan hubungan antara Speed/kecepatan dengan Apeature/Rana dengan ISO/ASA... yang paling asik tuh pada saat mencuci pilem nya itu, hati serasa dag dig dug deeeerrr... bener-bener menegangkan plus penasaran abis dengan hasil fotonya :D

Belajar dengan kamera manual tidak menutup kemungkinan kalau kita mau belajar teknik kamera film, kita akan menemukan hal2 yang tidak di temukan di kamera digital, seperti proses cuci film, seperti film BW, proses cetak nya dll ....

Sekian ulasan singkat tentang filosofi fotografi dari saya yang baru mengenal ilmu perfotoan ini. Banyak hal yang tidak bisa dituliskan, hanya bisa dirasakan sendiri :)


Teringat saran seorang suhu fotografi. Jika ingin belajar fotografi, rajin memotretlah... dengan jenis kamera apapun, memotret apapun... karena proses belajar itu tidak sekali saja lalu berhenti, tapi berkelanjutan... dan akhirnya kamu tahu perbedaan foto-foto hasil jepretanmu dari awal kamu memotret hingga saat terbaru ;)


Selamat menghasilkan foto-foto yang bermakna

11 comments:

  1. waaaah jfs berguna banget niih
    thq mbak ;)

    ReplyDelete
  2. Tata suka mengambil gambar dengan camdig ato camera HP sesuatu yang Tata anggap unik dan lucu.

    ReplyDelete
  3. Memotret dengan kamera manual memang mengasikan..terima kasih infonya mbak :)

    ReplyDelete
  4. Luar biasa
    Saya suka artikel ini...bermanfaat
    Terima kasih mbak Lia :)

    ReplyDelete
  5. @anty: waiyyaki, ayo motrek :D
    @tata: iya, pake kamera hp juga gak papa. yang penting motrek trus jangan lupa dicetak :D
    @nina: wow... pake kamera manual juga? toss... *foto2nya keren* ^____^
    @mba rien: sama-sama mba. selamat memotrek :D

    ReplyDelete
  6. heheheh..dulu
    sekarang digital..;))

    ReplyDelete
  7. siip boleh juga :)
    btw tata ipb angkatan 44 ya? salam kenal ^__^

    ReplyDelete
  8. no problem... yg penting keep motret v(^_^)
    salam kenal ya nina :)

    ReplyDelete
  9. wuiiiihhhh...keren....:)
    semangat terus untuk berlajar motret yaaa :)

    ReplyDelete
  10. siip... semangat juga windaaa ^_____^

    ReplyDelete